Assalamu'alaikum Wr Wb
para pembaca yang budiman,smoga slalu dirohmati Allah SWT,ini adalah gedung asrama putra pondok kami,Pondok Pesantren An - Najiyyah Ponorogo ,tepatnya alamat pondok kami brada di Jalan Imam Muhyi Desa Lengkong,Kecamatan Sukorejo,Kabupaten Ponotrogo Jawa Timur.Disinilah tempat kami menimba ilmu, ditempa di gembleng fisik dan mental kami.Semoga bermanfaat .Wassalamualaikum Wr Wb
Halaman
▼
Senin, 02 Mei 2016
MENUNTUT ILMU
Semakin maju teknologi elektronik semakin beragam bentuk media yang hadir di depan kita. Jika zaman dahulu belajar dan berita ditularkan dengan amat lambatnya, sekarang semuanya serba cepat. Siapa lebih cepat, dialah yang dapat. Maka mengenallah kita berbagai acara langsung yang seolah tidak berjarak lagi antara watu kejadian nyata dan informasi yang kita terima.<>
Kemajuan ini sangat berpengaruh sekali pada berbagai lini kehidupan. Mulai dari sistem pembelajaran yang dikenal denga istilah e-learning, sisi administrasi ada e-KTP demikian juga dalam dunia dakwah.
Bagi sebagian orang yang percaya akan mitos teknologi dan obyektivitas media, menanggapi kemajuan ini dengan penuh keriangan karena hal tersebut meringankan kewajiban dalam mencari ilmu 'thalabul ilmi' sebagaimana seruan Rasulullah saw yang telah masyhur 'uthlubul ilma wa lau bis-shin' carilah ilmu sampai negeri cina.
Benarkah demikian? cukupkah criteria mencari ilmu itu hanya dengan duduk-duduk di depan televisi sambil minum teh dan menyimak para ustadz berceramah? Atau dengan memainkan mouse di depan computer secara oline dan menziarahi berbagai situs Islam? cukupkan semua itu?
Mengenai gambaran ini Muallim KH. Syafi'I Hadzami pernah mengatakannya sebagai ketiban ilmu bukan mencari ilmu (thalabul ilmi). Memang mendengarkan berbagai materi dakwah melalui media apapun merupakan amal baik dan insyaallah banyak memberi manfaat. Namun jika caranya seperti gambaran di atas tanpa ada usaha yang 'merpotkan' itu belum layak disebut mencari atau menuntut ilmu, mengaji, juga bukan thalabul ilmi. Karena sesungguhnya thalabul ilmi itu mensyaratkan wujudnya seorang guru yang akan membimbing dan mengarahkan serta memberikan sui tauladan praktis (aplikatif) dalam dunia nyata. Atau dalam bahasa jawa yang bisa digugu dan ditiru (bisa didengarkan fatwa kebenarannya dan dicontoh tindak lakunya).
Oleh karena itu jika tidak dijumpai seorang guru, hendaklah ia mencarinya hingga ketemu walaupun dengan berjalan sejauh jarak negeri Arab hingga Cina. Sebagaimana yang dilakukan oleh Nabi Allah Musa as. ketika mengarungi lautan penuh kecapaian dan letih lesu dalam rangka mencari sang Guru Nabi Allah Khidir as.
Demikianlah, bagaimana kata thlabul ilmi identik dengan thalabul mursyid dan thalabus syaikh sebagai penunjuknya. Begitu pentingnya posisi seorang guru dalam pencarian petunjuk seperti yang diterangkan oleh Ibn Ruslan dalam Zubad-nya.
Kata berlayar dalam konteks syi'ir diatas adalah bepergian yang selayaknya menyertakan proses usaha keras, letih dan capek. Wallahu a'lam bis-showab. Ulil Hadrawy
Semakin maju teknologi elektronik semakin beragam bentuk media yang hadir di depan kita. Jika zaman dahulu belajar dan berita ditularkan dengan amat lambatnya, sekarang semuanya serba cepat. Siapa lebih cepat, dialah yang dapat. Maka mengenallah kita berbagai acara langsung yang seolah tidak berjarak lagi antara watu kejadian nyata dan informasi yang kita terima.<>
Kemajuan ini sangat berpengaruh sekali pada berbagai lini kehidupan. Mulai dari sistem pembelajaran yang dikenal denga istilah e-learning, sisi administrasi ada e-KTP demikian juga dalam dunia dakwah.
Bagi sebagian orang yang percaya akan mitos teknologi dan obyektivitas media, menanggapi kemajuan ini dengan penuh keriangan karena hal tersebut meringankan kewajiban dalam mencari ilmu 'thalabul ilmi' sebagaimana seruan Rasulullah saw yang telah masyhur 'uthlubul ilma wa lau bis-shin' carilah ilmu sampai negeri cina.
Benarkah demikian? cukupkah criteria mencari ilmu itu hanya dengan duduk-duduk di depan televisi sambil minum teh dan menyimak para ustadz berceramah? Atau dengan memainkan mouse di depan computer secara oline dan menziarahi berbagai situs Islam? cukupkan semua itu?
Mengenai gambaran ini Muallim KH. Syafi'I Hadzami pernah mengatakannya sebagai ketiban ilmu bukan mencari ilmu (thalabul ilmi). Memang mendengarkan berbagai materi dakwah melalui media apapun merupakan amal baik dan insyaallah banyak memberi manfaat. Namun jika caranya seperti gambaran di atas tanpa ada usaha yang 'merpotkan' itu belum layak disebut mencari atau menuntut ilmu, mengaji, juga bukan thalabul ilmi. Karena sesungguhnya thalabul ilmi itu mensyaratkan wujudnya seorang guru yang akan membimbing dan mengarahkan serta memberikan sui tauladan praktis (aplikatif) dalam dunia nyata. Atau dalam bahasa jawa yang bisa digugu dan ditiru (bisa didengarkan fatwa kebenarannya dan dicontoh tindak lakunya).
Oleh karena itu jika tidak dijumpai seorang guru, hendaklah ia mencarinya hingga ketemu walaupun dengan berjalan sejauh jarak negeri Arab hingga Cina. Sebagaimana yang dilakukan oleh Nabi Allah Musa as. ketika mengarungi lautan penuh kecapaian dan letih lesu dalam rangka mencari sang Guru Nabi Allah Khidir as.
أتنا غداءنا لقد لقينا من سفرنا هذا نصبا
Berikanlah kepada kami makanan siang. Sesungguhnya kami telah menjumpai (merasa) letih dalam perjalanan ini. Demikianlah, bagaimana kata thlabul ilmi identik dengan thalabul mursyid dan thalabus syaikh sebagai penunjuknya. Begitu pentingnya posisi seorang guru dalam pencarian petunjuk seperti yang diterangkan oleh Ibn Ruslan dalam Zubad-nya.
من لم يكن يعلم ذا فليسأل * من لم يجد معلما فليرحل
Barang siapa yang tidak mengetahui akan sesuatu masalah hendaklah
ia bertanya. Barang siapa yang tidaj mendapatkan guru, hendaklah ia
berlayar.Kata berlayar dalam konteks syi'ir diatas adalah bepergian yang selayaknya menyertakan proses usaha keras, letih dan capek. Wallahu a'lam bis-showab. Ulil Hadrawy
Jumat, 11 Maret 2016
Menuntut Ilmu di “Ibukota Santri’ (1)
Kamis, 28 Januari 2010 13:50
Warta
Bagikan
Damaskus, NU Online
Kurang lebih setengah jam saat adzan subuh berkumandang, sayup-sayup irama munajat memecah keheningan sunyi. Irama munajat ini bersumber dari arah menara masjid agung yang di bangun pada 13 abad yang silam, pada masa kejayaan Islam generasi pertama, di bawah panji dinasti penguasa dataran 3 benua yang membentang dari wilayah Andalusia (Spanyol dan Portugis) hingga wilayah India.
Masjid ini dikenal dengan sebutan Masjid Bani Umayah al Kabir (the great of Omayyad Mosque) yang di nisbatkan kepada dinasti pendiri masjid tersebut yakni Daulat Bani umayyah, salah satu dinasti Islam yang sangat legendaris dan belum pernah tersaingi keagungan dan kekuasaanya hingga sekarang.<>
Peletakan batu pertama pembangunan masjid yang dahulunya adalah bangunan kuil ini, dimulai pada masa pemerintahan al Walid bin Abdul malik, khalifah keenam dinasti Bani Umayyah pada abad permulaan hijriyah.
Bila dilihat dari atas, arsitektur bangunan masjid Umawi ini, laksana burung rajawali yang sedang mengepakan sayapnya membelah langit. Karena itu kubahnya dikenal juga dengan sebutan kubah rajawali, kubah legendaris yang sering disebut-sebut para ulama sejarah, karena lewat instusi pendidikan dibawah kubah ini, banyak sekali ulama-ulama tersohor di dunia tercetak dari semenjak Islam memancarkan cahayanya di bumi yang diberkati ini hingga sekarang.
Masjid ini juga dihiasi dengan tiga buah menara tinggi yang masing-masing punya catatan sejarah tersendiri, dua menara berada di sebelah barat dan timur mengapit bangunan masjid dan satu menara lagi berada di ujung tengah sebelah utara masjid yang berbentuk persegi panjang ini. Masjid ini juga adalah termasuk salah satu dari sekian bangunan kebanggaan umat islam karena merupakan saksi keagungan peradaban islam.
Suasana ini adalah pembuka awal aktivitas kota tua ini. Setelah azdan subuh dikumandangkan di setiap menara-menara masjid kota Damaskus, hawa dingin mulai memasuki masjid bersamaan dengan jamaah yang memenuhi barisan-barisan shof.
Bagi kaum tholibul ilm (santri) irama adzan subuh adalah awal bel masuk mereka di hari itu dalam menuntut ilmu, dengan tas yang berisikan kitab-kitab kuning dan masa depan Islam ditenteng di setiap pundak mereka. Bel berbunyi pada pagi yang masih berselimutkan hawa dingin yang sangat menusuk tulang dan genangan-genangan air hujan yang membeku di pinggir-pinggir jalan saking dinginnya cuaca di musim syita (musim dingin).
Para santri memulai aktivitanya. Bagi yang sedang menghafal Al-Qur’an, mereka awali aktivitas paginya dengan menemui para guru qiraat untuk talaqi. Majlis-majlis talaqi tersebar hampir ada di setiap masjid kota Damakus, kerana para imam masjid di kota Damaskus hampir semuanya hafal Al-Qur’an dan kota Damaskus sangat terkenal akan para syaikhulqurro’nya (ulama hafidz Al-Qur’an pemilik sanad talaqi dari gurunya), bahkan ada syikhul qurro’ yang memiliki sanad atau silsilah qiro'ah tertinggi di dunia saat ini.
Pada tahun 2006 majelis ma’had asad li tahfidz qur’an (badan pengelola TPA al Qura’nya Negeri Syria) pernah mengadakan acara penganugerahan syikhul qurro Syam kepada tujuh ulama pemiliki sanad qur’an yang muttasil (tersambung) sampai Rasulullah SAW tertinggi. Mereka adalah Syekh Qurroyim Rojih (syekhul qurro syam), Syekh Bakri Tarablusi, Syekh Mohamad Toha Sukar (almarhum), Syekh Abul Hasan Kurdi (almarhum), Syekh Kholil Hiba (almarhum), Syekh Abdurrazaq al Halaby, dan Syekh Syukri Alluhafi.
Aktifitas hafalan Al-Qur'an (talaqi) tidak hanya dilakukan setelah shalat subuh. Di waktu shalat fardlu lima waktu yang lain juga ada. Ini memudahkan santri yang mempunyai kegiatan lain diwaktu ini.
Bagi santri yang sedang mendalami ilmu-illma syari’at Islam, di pagi buta mereka mententeng kitab-kitab karangan ulama-ulama tradisional dan kontemporer dari berbagai disiplin ilmu, melangkahkan kakinya untuk menuju masjid yang terdapat majlis pengajian kitab.
Majlis-majlis pengajian yang mashur didatangi para santri setelah selesai shalat subuh antara lain Masjid Bani Umayah atau dikenal juga dengan sebutan Masjid Umawi yang diasuh ulama sepuh yang sangat disegani Syekh Abdurrazaq al Halaby (Syaikhul quroo' syam), Masjid Arrifa'i yang diasuh oleh ulama kharismatik di Negeri Syam Syekh Usamah Rifa'i serta masjid-masjid lainya yang mengadakan majlis pengajian kitab. Bidang-bidang yang dikaji dalam pengajian ini berbagai macam kajian diantaranya ulumul qur'an, ulumul hadis, ilmu fiqh dan ushul fiqh, gramatika Arab dan ilmu tasawuf.
Pelaksanaan pengajian kitab tidak hanya terbatas setelah selesai shalat shubuh. Ada sebagian masjid yang mengadakan pengajian kitab kuning di selain waktu subuh, di masjid Umawi pun ada pula pengajian kitab yang diadakan setelah shalat dhuhur, ashar dan maghrib. Bahkan di beberapa masjid ada pula yang menyelenggarakan pengaian setelah shalat Isya. (Nurun Maksuni)
Kurang lebih setengah jam saat adzan subuh berkumandang, sayup-sayup irama munajat memecah keheningan sunyi. Irama munajat ini bersumber dari arah menara masjid agung yang di bangun pada 13 abad yang silam, pada masa kejayaan Islam generasi pertama, di bawah panji dinasti penguasa dataran 3 benua yang membentang dari wilayah Andalusia (Spanyol dan Portugis) hingga wilayah India.
Masjid ini dikenal dengan sebutan Masjid Bani Umayah al Kabir (the great of Omayyad Mosque) yang di nisbatkan kepada dinasti pendiri masjid tersebut yakni Daulat Bani umayyah, salah satu dinasti Islam yang sangat legendaris dan belum pernah tersaingi keagungan dan kekuasaanya hingga sekarang.<>
Peletakan batu pertama pembangunan masjid yang dahulunya adalah bangunan kuil ini, dimulai pada masa pemerintahan al Walid bin Abdul malik, khalifah keenam dinasti Bani Umayyah pada abad permulaan hijriyah.
Bila dilihat dari atas, arsitektur bangunan masjid Umawi ini, laksana burung rajawali yang sedang mengepakan sayapnya membelah langit. Karena itu kubahnya dikenal juga dengan sebutan kubah rajawali, kubah legendaris yang sering disebut-sebut para ulama sejarah, karena lewat instusi pendidikan dibawah kubah ini, banyak sekali ulama-ulama tersohor di dunia tercetak dari semenjak Islam memancarkan cahayanya di bumi yang diberkati ini hingga sekarang.
Masjid ini juga dihiasi dengan tiga buah menara tinggi yang masing-masing punya catatan sejarah tersendiri, dua menara berada di sebelah barat dan timur mengapit bangunan masjid dan satu menara lagi berada di ujung tengah sebelah utara masjid yang berbentuk persegi panjang ini. Masjid ini juga adalah termasuk salah satu dari sekian bangunan kebanggaan umat islam karena merupakan saksi keagungan peradaban islam.
Suasana ini adalah pembuka awal aktivitas kota tua ini. Setelah azdan subuh dikumandangkan di setiap menara-menara masjid kota Damaskus, hawa dingin mulai memasuki masjid bersamaan dengan jamaah yang memenuhi barisan-barisan shof.
Bagi kaum tholibul ilm (santri) irama adzan subuh adalah awal bel masuk mereka di hari itu dalam menuntut ilmu, dengan tas yang berisikan kitab-kitab kuning dan masa depan Islam ditenteng di setiap pundak mereka. Bel berbunyi pada pagi yang masih berselimutkan hawa dingin yang sangat menusuk tulang dan genangan-genangan air hujan yang membeku di pinggir-pinggir jalan saking dinginnya cuaca di musim syita (musim dingin).
Para santri memulai aktivitanya. Bagi yang sedang menghafal Al-Qur’an, mereka awali aktivitas paginya dengan menemui para guru qiraat untuk talaqi. Majlis-majlis talaqi tersebar hampir ada di setiap masjid kota Damakus, kerana para imam masjid di kota Damaskus hampir semuanya hafal Al-Qur’an dan kota Damaskus sangat terkenal akan para syaikhulqurro’nya (ulama hafidz Al-Qur’an pemilik sanad talaqi dari gurunya), bahkan ada syikhul qurro’ yang memiliki sanad atau silsilah qiro'ah tertinggi di dunia saat ini.
Pada tahun 2006 majelis ma’had asad li tahfidz qur’an (badan pengelola TPA al Qura’nya Negeri Syria) pernah mengadakan acara penganugerahan syikhul qurro Syam kepada tujuh ulama pemiliki sanad qur’an yang muttasil (tersambung) sampai Rasulullah SAW tertinggi. Mereka adalah Syekh Qurroyim Rojih (syekhul qurro syam), Syekh Bakri Tarablusi, Syekh Mohamad Toha Sukar (almarhum), Syekh Abul Hasan Kurdi (almarhum), Syekh Kholil Hiba (almarhum), Syekh Abdurrazaq al Halaby, dan Syekh Syukri Alluhafi.
Aktifitas hafalan Al-Qur'an (talaqi) tidak hanya dilakukan setelah shalat subuh. Di waktu shalat fardlu lima waktu yang lain juga ada. Ini memudahkan santri yang mempunyai kegiatan lain diwaktu ini.
Bagi santri yang sedang mendalami ilmu-illma syari’at Islam, di pagi buta mereka mententeng kitab-kitab karangan ulama-ulama tradisional dan kontemporer dari berbagai disiplin ilmu, melangkahkan kakinya untuk menuju masjid yang terdapat majlis pengajian kitab.
Majlis-majlis pengajian yang mashur didatangi para santri setelah selesai shalat subuh antara lain Masjid Bani Umayah atau dikenal juga dengan sebutan Masjid Umawi yang diasuh ulama sepuh yang sangat disegani Syekh Abdurrazaq al Halaby (Syaikhul quroo' syam), Masjid Arrifa'i yang diasuh oleh ulama kharismatik di Negeri Syam Syekh Usamah Rifa'i serta masjid-masjid lainya yang mengadakan majlis pengajian kitab. Bidang-bidang yang dikaji dalam pengajian ini berbagai macam kajian diantaranya ulumul qur'an, ulumul hadis, ilmu fiqh dan ushul fiqh, gramatika Arab dan ilmu tasawuf.
Pelaksanaan pengajian kitab tidak hanya terbatas setelah selesai shalat shubuh. Ada sebagian masjid yang mengadakan pengajian kitab kuning di selain waktu subuh, di masjid Umawi pun ada pula pengajian kitab yang diadakan setelah shalat dhuhur, ashar dan maghrib. Bahkan di beberapa masjid ada pula yang menyelenggarakan pengaian setelah shalat Isya. (Nurun Maksuni)
Kurang lebih setengah jam saat adzan subuh berkumandang, sayup-sayup irama munajat memecah keheningan sunyi. Irama munajat ini bersumber dari arah menara masjid agung yang di bangun pada 13 abad yang silam, pada masa kejayaan Islam generasi pertama, di bawah panji dinasti penguasa dataran 3 benua yang membentang dari wilayah Andalusia (Spanyol dan Portugis) hingga wilayah India.
Masjid ini dikenal dengan sebutan Masjid Bani Umayah al Kabir (the great of Omayyad Mosque) yang di nisbatkan kepada dinasti pendiri masjid tersebut yakni Daulat Bani umayyah, salah satu dinasti Islam yang sangat legendaris dan belum pernah tersaingi keagungan dan kekuasaanya hingga sekarang.<>
Peletakan batu pertama pembangunan masjid yang dahulunya adalah bangunan kuil ini, dimulai pada masa pemerintahan al Walid bin Abdul malik, khalifah keenam dinasti Bani Umayyah pada abad permulaan hijriyah.
Bila dilihat dari atas, arsitektur bangunan masjid Umawi ini, laksana burung rajawali yang sedang mengepakan sayapnya membelah langit. Karena itu kubahnya dikenal juga dengan sebutan kubah rajawali, kubah legendaris yang sering disebut-sebut para ulama sejarah, karena lewat instusi pendidikan dibawah kubah ini, banyak sekali ulama-ulama tersohor di dunia tercetak dari semenjak Islam memancarkan cahayanya di bumi yang diberkati ini hingga sekarang.
Masjid ini juga dihiasi dengan tiga buah menara tinggi yang masing-masing punya catatan sejarah tersendiri, dua menara berada di sebelah barat dan timur mengapit bangunan masjid dan satu menara lagi berada di ujung tengah sebelah utara masjid yang berbentuk persegi panjang ini. Masjid ini juga adalah termasuk salah satu dari sekian bangunan kebanggaan umat islam karena merupakan saksi keagungan peradaban islam.
Suasana ini adalah pembuka awal aktivitas kota tua ini. Setelah azdan subuh dikumandangkan di setiap menara-menara masjid kota Damaskus, hawa dingin mulai memasuki masjid bersamaan dengan jamaah yang memenuhi barisan-barisan shof.
Bagi kaum tholibul ilm (santri) irama adzan subuh adalah awal bel masuk mereka di hari itu dalam menuntut ilmu, dengan tas yang berisikan kitab-kitab kuning dan masa depan Islam ditenteng di setiap pundak mereka. Bel berbunyi pada pagi yang masih berselimutkan hawa dingin yang sangat menusuk tulang dan genangan-genangan air hujan yang membeku di pinggir-pinggir jalan saking dinginnya cuaca di musim syita (musim dingin).
Para santri memulai aktivitanya. Bagi yang sedang menghafal Al-Qur’an, mereka awali aktivitas paginya dengan menemui para guru qiraat untuk talaqi. Majlis-majlis talaqi tersebar hampir ada di setiap masjid kota Damakus, kerana para imam masjid di kota Damaskus hampir semuanya hafal Al-Qur’an dan kota Damaskus sangat terkenal akan para syaikhulqurro’nya (ulama hafidz Al-Qur’an pemilik sanad talaqi dari gurunya), bahkan ada syikhul qurro’ yang memiliki sanad atau silsilah qiro'ah tertinggi di dunia saat ini.
Pada tahun 2006 majelis ma’had asad li tahfidz qur’an (badan pengelola TPA al Qura’nya Negeri Syria) pernah mengadakan acara penganugerahan syikhul qurro Syam kepada tujuh ulama pemiliki sanad qur’an yang muttasil (tersambung) sampai Rasulullah SAW tertinggi. Mereka adalah Syekh Qurroyim Rojih (syekhul qurro syam), Syekh Bakri Tarablusi, Syekh Mohamad Toha Sukar (almarhum), Syekh Abul Hasan Kurdi (almarhum), Syekh Kholil Hiba (almarhum), Syekh Abdurrazaq al Halaby, dan Syekh Syukri Alluhafi.
Aktifitas hafalan Al-Qur'an (talaqi) tidak hanya dilakukan setelah shalat subuh. Di waktu shalat fardlu lima waktu yang lain juga ada. Ini memudahkan santri yang mempunyai kegiatan lain diwaktu ini.
Bagi santri yang sedang mendalami ilmu-illma syari’at Islam, di pagi buta mereka mententeng kitab-kitab karangan ulama-ulama tradisional dan kontemporer dari berbagai disiplin ilmu, melangkahkan kakinya untuk menuju masjid yang terdapat majlis pengajian kitab.
Majlis-majlis pengajian yang mashur didatangi para santri setelah selesai shalat subuh antara lain Masjid Bani Umayah atau dikenal juga dengan sebutan Masjid Umawi yang diasuh ulama sepuh yang sangat disegani Syekh Abdurrazaq al Halaby (Syaikhul quroo' syam), Masjid Arrifa'i yang diasuh oleh ulama kharismatik di Negeri Syam Syekh Usamah Rifa'i serta masjid-masjid lainya yang mengadakan majlis pengajian kitab. Bidang-bidang yang dikaji dalam pengajian ini berbagai macam kajian diantaranya ulumul qur'an, ulumul hadis, ilmu fiqh dan ushul fiqh, gramatika Arab dan ilmu tasawuf.